Cok Bakal/ubo rampe dalam prosesi ritus pertanian Wiwitan. |
Kehidupan manusia sangat bergantung dengan ketersediaan
pangan, dan di Nusantara kebudayaan dalam penyediaan pangan telah diwariskan
secara turun temurun. Pengetahuan tradisional dalam merawat lahan dan
pengetahuan terhadap jenis bahan pangan beraneka ragam. Dalam tradisi Jawa,
kearifan dalam mendapatkan bahan makanan menjadi suatu pengetahuan yang mesti
terus ditularkan dan regenerasikan.
Salah satu kearifan pertanian kita yang mengisaratkan rasa Syukur
kepada alam, kepada Tuhan sang pemberi kesejahteraan adalah tradisi Wiwitan. Tradisi
Wiwitan merupakan awal petani memetik hasil sawah (padi) sebelum panen
dilakukan. Dalam proses pemetikan padi, petani mempunyai kearifan tradisi yang
telah turun temurun diwariskan. Wiwitan dalam bahasa jawa mempunyai arti awal
atau pertama, yang mana sebuah ritual awal petik padi dilakukan dengan diiringi
doa Syukur kepada tuhan yang ESA.
Proses Wiwitan dilakukan dengan pertimbangan hari baik, yang
mana adalah suatu kearifan dan pengetahuan tradisional yang kini langka. Perhitungan
itu ditunjukan pada jumlah tangkai padi yang dipetik dalam prosesi wiwitan
(awal/pertama) sebelum panen padi dilakukan. Perhitungan itu disesuaikan dengan
jumlah hari pasaran. Semisal panen jatuh pada hari Senin (5) Legi (4) jadi
tangkai padi yang dipetik dalam prosesi wiwitan berjumlah sembilan (9) tangkai.
Sebelum prosesi petik tangkai padi, petani dan tukang ujub
(modin) melakukan ritual doa yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia limpahan rejeki tanaman padi. Sebelum doa dimulai Modin menyiapkan Cok
Bakal lengkap.
Cok bakal diletakan di pojok sawah diatas pematang sawah
(galengan). Setelah itu doa islam jawa dirapalkan. Di dahului doa keselamatan
dengan bahasa arap dan dilanjutkan dengan rapal jawa.
Dalam prosesi wiwitan ini, rapal (jawa) merujuk pada rasa
sukur dan terimakasih kepada Tuhan yang maha Esa. Setelah itu dan dilanjutkan
menyebut Mbah Sri Sedono (Dewi Sri) dan Joko Sedono yang dalam mitos jawa
sebagai pembawa benih untuk kehidupan di bumi. Doa rapal yang biasanya dipakai
oleh masyarakat antaralain sebagai berikut.
"Bismillahirohmanirohim, ngalkamdulillah hirobilalamin,
matur nuwun Gusti kang moho agung, kang sampun peparingan katahe rejeki
keselamatan pinaringan ing jagat. Matur nuwun Mbah Sri Sedono, Joko Sedono
dipun wiwiti metik rejeki saking Allah Ta'ala. Mandelo rejekine dibeto wangsul
dipapak aken lumbung selayur. Mugi mugi damel murakapi keluarga kulo. Allahu
amin.
Setelah doa dirapal, petani pemilik lahan atau modin memetik
tangkai padi sejumlah hari pasaran. Dengan begitu acara panen bisa
dilaksanakan. Tangkai padi yang telah dipetik pertama kali dalam prosesi
wiwitan seterusnya dibawah pulang oleh pemilik lahan, dan biasanya dipasang
atau ditempelkan ditembok rumah.
Hal ini sebagai harapan bahwa nantinya rejeki akan selalu
mengalir ke dalam rumah sang pemilik sawah. Juga sebagai simbol atau pepiling
(pengingat) karunia rejeki dari Tuhan yang maha Esa. Dengan ditempel dirumah
harapannya ketika pemilik sawah melihat untaian padi ditembok akan selalu
mengucap sukur kepada Tuhan yang Esa.
0 Comments:
Posting Komentar