Prosesi injak telur dalam tradisi pernikahan Loro Pangkon |
A : “Assalamualaikum.”
B : “Waalaikumsalam. Teja-teja sulaksana, tejane wong anyar
katon. Ilang tejane cumlorot saksada lanang, jumleger kari menungsane. Dherek
niku sinten namine?”
A : “Nami kula Pak Cukup, yogane Pak Turah. Tegese cukup
sing disandang lan dipangan nganti turah-turah.”
B : “Lha sampeyan niki saking pundi pinangkane?”
A : “Kula saking Suralaya Adilinuwih. Sura tegese wani, laya
pati, adi bagus, linuwih samubarang kalire. Lajeng panjenengan menika sinten,
lan niki dusun pundi?”
B : “Nami kula Darmojulig. Darmo niku temen, Julig niku duta
perwakilan, lan niki dusun Karang Kadempel. Tebih saking Suralaya dumugi Karang
Kadempel mriki, menapa ingkang sampeyan padosi, Dhik?”
A : “Madosi griyane mbok rondo sing gadhah petetan pitik
dara, aran Sekar Jaya Mulya, ingkang dereng rontok sarine.”
B : “Lha nggih niki Dhik, sing sampeyan padosi. Cocok nggih
niki.”
A : “Niku jenenge mapan kabeneran, dapur kaleresan.”
B : “Wonten paribasane, tumbu oleh tutup, bantal oleh
guling. Tebih saking Suralaya, liwat dalan pundi sampeyan wau, Dhik?
Percakapan diatas adalah, sepotong percakapan yang dilakukan
pada prosesi temu dalam pernikahan Jawa, yang mana dewasa ini, sangat jarang
kita temui di prosesi pernikan di sekitar kita. Tradisi yang sangat elok untuk
terus dilestarikan dan dikembangkan sebagai bagian dari pemanfaatan objek pemajuan
kebbudayaan seperti yang telah di amanahkan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan
No. 5 tahun 2017. Percakapan diatas biasanya
disebut Loro Pangkon. Namun begitu, ada beberapa pendapat bahwa Loro Pangkon
adalah seluruh jalannya ritual dalam pernikahan itu yang disebut Loro Pangkon. Di
dalam tulisan ini, dan dengan minimnya pengetahuan penulis berupaya untuk
mencoba mengemukakan norma-norma tradisi yang ada dalam tradisi Loro Pangkon,
berdasar obrolan dengan beberapa sesepuh di dusun Busu, dan sesepuh di Jabung.
Perjumpaan penulis dengan Tradisi Loro Pangkon ini, saat
menetap dan tinggal di di Dusun Busu, Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung,
Kabupaten Malang. saat itu, pertama kali penulis merasa takjub dan semangat
dalam mengikuti pernikahan, dikarenakan pernikahan kawan yaitu Kholis pada
bulan desember tahun 2019 yang lalu dilangsungkan dengan membawakan adat tradisi
jawa dengan Loro Pangkon.
Meski tradisi ini masih banyak dilestarikan di beberapa
daerah, terutama di Jawa Timur, namun saat ini, sepengetahuan penulis tradisi Loro
Pangkon sudah tidak banyak dipakai dalam resepsi pernikahan di masyarakat
Malang, terutama di perkotaan.
Selain prosesi pernikahan menjadi Panjang, biaya untuk
melangsungkan prosesi Tradisi Loro Pangkon ini akan mahal ditanggung keluarga
mempelai. Namun berbeda bila resepsi pernikahan ini mendapat dukungan warga
tetangga atau kerabat, maka ritual Loro Pangkon akan berjalan sangat sakral dan
membawa kebahagiaan bagi mempelai dan keluarga karena masyarakat akan ikut
andil membantu kelancaran prosesi Loro Pangkon ini.
Meski mulai banyak di tinggalkan, untuk di ketahui bahwa Tradisi
ini memiliki makna filosofis yang sangat mendalam dan sarat akan nilai-nilai
budaya Jawa, yang bisa menjadi pembelajaran norma-norma Bagai kita, maupun
generasi muda saat ini.
Cak Min memegang Replika Ayam Jago dalam tradisi Loro Pangkon |
Arti dan Makna Loro Pangkon
Loro Pangkon berasal dari kata "loro" yang berarti
dua dan "pangkon" yang berarti pangkuan. Jadi, Loro Pangkon dapat
diartikan sebagai dua pangkuan. Makna filosofisnya adalah bahwa dalam
pernikahan Jawa, kedua mempelai akan duduk di dua pangkuan yang berbeda, yaitu
pangkuan orang tua pengantin pria dan pangkuan orang tua pengantin wanita. Hal
ini melambangkan bahwa kedua mempelai telah meninggalkan pangkuan orang tuanya
dan kini memulai kehidupan baru sebagai keluarga yang mandiri.
Berikut adalah beberapa proses pelaksanaan tradisi Loro
Pangkon yang saya dapati dalam pengamatan pernikahan sahabat saya Kholis.
1. Petuk Jago/ Seserahan. Disini para pengiring yang membawa berbagai barang pecah belah, hingga bantal dan tikar, akan di sambut oleh perwakilan tuan rumah, atau perwakilan mempelai pria atau Perempuan, tergantung prosesi ini dilaksanakan dari kedua pihak. Disinilah yang menarik, dan akan menjadi tontonan warga, karena ada percakan Loro Pangkon Dimana dengan membawakan sebuah patung Ayam Jago. Prosesi ini sebagai sarat awal kedua mempelai untuk melangkah ke proses selanjutnya.
2. Upacara Siraman: Pengantin pria dan wanita dimandikan dengan air yang dicampur dengan berbagai macam bunga dan daun-daunan. Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri dari segala kotoran dan kesialan sebelum memasuki kehidupan pernikahan.
3. Midodareni: Pada malam hari sebelum akad nikah, pengantin pria dan wanita dipisahkan dan diasingkan di dua tempat yang berbeda. Pengantin pria biasanya diasingkan di rumah kerabat dekat, sedangkan pengantin wanita diasingkan di rumah orang tuanya. Upacara Midodareni bertujuan untuk memberikan waktu bagi kedua mempelai untuk merenungkan diri dan mempersiapkan diri secara mental sebelum menikah.
4. Akad Nikah: Pada hari akad nikah, pengantin pria dijemput oleh keluarga pengantin wanita dan diarak menuju tempat akad nikah. Sesampainya di tempat akad nikah, pengantin pria akan duduk di pangkuan ayah pengantin wanita dan mengucapkan ijab kabul. Setelah ijab kabul, pengantin pria dan wanita resmi menjadi suami istri.
5. Resepsi Pernikahan: Setelah akad nikah, biasanya diadakan resepsi pernikahan untuk merayakan pernikahan kedua mempelai. Resepsi pernikahan biasanya dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan teman-teman kedua mempelai.
Tradisi Loro Pangkon mengandung beberapa nilai-nilai budaya
Jawa yang penting, antara lain:
- Penghormatan
kepada orang tua: Tradisi ini menunjukkan rasa hormat kepada orang tua
kedua mempelai yang telah membesarkan dan mendidik mereka.
- Mengenal
makna Norma pernikahan: Selain mempe
- Kesucian
pernikahan: Tradisi ini melambangkan kesucian pernikahan dan tekad
kedua mempelai untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan penuh tanggung
jawab.
- Keseimbangan:
Tradisi ini melambangkan keseimbangan antara peran laki-laki dan perempuan
dalam pernikahan.
- Gotong
royong: Tradisi ini menunjukkan nilai gotong royong dalam masyarakat
Jawa, di mana keluarga dan kerabat bahu-membahu membantu pelaksanaan
pernikahan.
Kadang, peran mereka tidak tampak (tak mau tampak) tapi dari mereka sebuah kesuksesan ritual Loro Pangkon berjalan dengan semestinya... |
Yang menarik dari tradisi ini adalah Barang bawaan/Seserahan
yang dibawa oleh para pengiring mempelai, dalam pengamatan penulis barang
bawaan ini menguatkan apa yang telah di
wedar pada Loro Pangkon diawal pembuka prosesi pernikahan ini. Barang bawaan ini bukan hanya sekadar benda,
tetapi memiliki arti dan makna tertentu yang berkaitan dengan harapan dan doa
bagi kehidupan pernikahan yang akan dijalani. Berikut beberapa contoh barang
bawaan dalam tradisi Loro Pangkon:
- Jarang
Goyang: Sebuah kipas yang terbuat dari bulu ayam atau merak. Simbol
ini melambangkan kesejukan dan ketenangan dalam rumah tangga.
- Payung:
Melambangkan perlindungan bagi keluarga dari segala rintangan dan bahaya.
- Jodang
dan Ongkek: Wadah yang berisi berbagai macam peralatan dapur. Simbol
ini melambangkan kesiapan pengantin wanita untuk mengurus rumah tangga.
- Bantal
dan Guling: Melambangkan keharmonisan dan kebersamaan dalam
pernikahan.
- Uang:
Simbol kemakmuran dan kecukupan dalam kehidupan pernikahan.
- Makanan
Tradisional: Biasanya berupa jajanan pasar dan kue-kue tradisional
yang melambangkan kesuburan dan kelimpahan.
- Cok
Bakal/Ubo Rampe: Sesaji yang dipersembahkan kepada leluhur sebagai
bentuk penghormatan dan doa restu.
- Hasil
Bumi: Berbagai macam hasil bumi seperti padi, jagung, dan buah-buahan
melambangkan kesuburan dan kelimpahan rezeki.
- Uang
Sumbangan: Simbol gotong royong dan kepedulian keluarga dalam membantu
kelancaran pernikahan.
Tradisi Loro Pangkon saat ini sudah jarang dilakukan dalam
pernikahan-pernikahan di wilayah perkotaan, meski masih ada yang melestarikan
dengan menampilkan tradisi ini oleh beberapa masyarakat, terutama di pedesaan.
Namun, dengan modernisasi dan globalisasi, tradisi ini mulai mengalami beberapa
perubahan. Diantara bentuk perubahan tradisi ini bis akita lihat dalam Upacara
Midodareni yang dulunya bisa berlangsung selama beberapa hari, kini hanya
dilakukan selama beberapa jam. Pengantin Jawa saat ini tidak lagi selalu
menggunakan busana pengantin tradisional, tetapi juga menggunakan busana modern
seperti gaun pengantin dan jas.Beberapa prosesi pernikahan Jawa yang rumit dan
memakan waktu, seperti prosesi panggih pengantin, saat ini mulai
disederhanakan.
Meskipun mengalami beberapa perubahan, tradisi Loro Pangkon
tetap menjadi salah satu bagian penting dalam budaya pernikahan Jawa. Tradisi
ini merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga agar tidak
punah. Melestarikan tradisi ini berarti menjaga warisan budaya leluhur dan
menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan pernikahan.
0 Comments:
Posting Komentar