KECAMATAN JABUNG | KAMPUNG ADAT | DUSUN BUSU MALANG | KABUPATEN MALANG

Breaking

Kampung adat jaman dulu dimana ada busu pada masa lalu tanpa adanya penerangan. dan merasakan keadaan kampung masa itu
Pawai wayang orang di kampung adat
Penampilan para pemain ludruk organik yang pemainya dari warga kampung dan basik mereka bukan pemeran seni
Pertujukan wayang kulit oleh dalang cilik.

Kamis, 23 Desember 2021

Tradisi dan Kearifan Lokal Membuat Rumah

12/23/2021 06:35:00 AM 0
 Tradisi dan Kearifan Lokal Membuat Rumah
Foto Istimewa (udsregepcom)


Rumah merupakan tempat berlindung dari panas dan hujan bagi manusia. Selain untuk tempat beristirahat serta berlindung dari cuaca, Rumah oleh manusia juga biasa di gunakan sebagai fungsi sosial, juga sebagai bagian tidak terpisahkan perjalanan hidup manusia yang menempatinya. Rumah bagi masyarakat terutama masyarakat Jawa, mempunyai fungsi yang lebih luas dan menjadi satu tempat sarana menggapai kedamaian.

Rumah merupakan kebutuhan utama mahluk hidup, kebutuhan primer. Dan didalam masyarakat jawa ada aturannya ketika ingin mendirikan sebuah rumah. Aturan ini telah turun temurun diwariskan dari lisan oleh para leluhurnya. Begitu pentingnya sebuah rumah untuk keberlanjutan kehidupan manusia, oleh karena itu dalam membuat rumah tidak asal, ada tata laku yang dari dahulu terus dilakukan oleh sebagaian masyarakat.

Dari awal rencana membangun rumah, tradisi yang berkembang di masyarakat yaitu melaksanakan tradisi leluhur diawali mencari hari baik untuk dimulainya membangun sebuah rumah. Bukan hanya itu, setelah hari baik didapatkan masyarakat dalam mengumpulkan bahan kayu ataupun bamboo juga harus berdasar ketentuan hari baik.

Harapan dari ketentuan yang ada dalam tradisi membangun rumah ini tak lain adalah salah satu usaha untuk mencapai keberkahan dan kebaikan selama proses pembuatan hingga nanti rumah telah dihuni dan digunakan. Diantara tradisi yang ada dalam proses membangun rumah yaitu dimulai dari mencari hari baik, selamatan mendirikan pondasi pertama, menaikan blandar, dan tradisi ketika rumah telah selesai dibangun dan pertama akan ditempati.

Tradisi dan Kearifan ini sangat sarat makna, dan mempunyai filosofi hingga pengharapan serta doa doa kebaikan dari tiap ritualnya. Selain doa doa masyarakat jawa juga biasa menghadirkan bermacam bentuk cawisan atau sesaji yang intinya sebagai pengingat dan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa.

 

A.  Hari Baik

Tradisi awal sebelum membangun rumah, masyarakat bisanya menyiapkan atau mencari hari kapan rumah akan didirikan. Tidak sulit untuk mencari hari baik ini, biasanya masyarakat mempercayakan kepada orang yang telah mengerti dan tahu hitungan jawa. Mereka tinggal minta tolong dihitungkan dan dicarikan hari baik mendirikan rumah.

 

Ada pola dalam mencari hari baik berdasarkan hitungan hari serta pasaran dalam penanggalan Jawa. Biasanya perhitungannya adalah, jumlah neptu dikurangi kelipatan lima. Misal rumah akan didirikan Minggu Pon maka jumlah nilai hari dan neptunya = 7 + 5 = 12. Dikurangi 5 sisa 7 dan dikurangi 5 lagi sisa 2 yang dinamakan Yasa atau akan mendapatkan kejayaan buat penghuninya. Untuk mempermudah pemahaman, berikut saya cantumkan neptu dan pasaran yang biasa digunakan dalam masyarakat.

 

Neptu dan pasaran hari:

Senin 4, Selasa 3, Rabu 7, Kamis 8, Jumat 6, sabtu 9, Minggu 5 dan pasaran hari Kliwon 8, Legi 5, Pahing 9, Pon 7, Wage 4.

 

Setelah jumlah neptu dan pasaran ditemukan maka tinggal membaginya seperti hitungan diatas yang nanti akan didapati hasil seperti berikut:


1.   Dinamakan Kerta yang mempunyai arti akan mendapat kekayaan.

2.   Dinamakan Yasa  artinya mendapat kejayaan.

3.   Dinamakan Candi artinya mendapatkan keberuntungan.

4.   Dinamakan Rogoh artinya nantinya akan sering kemasukan Maling.

5.   Dinamakan Sempoyong artinya nantinya akan sering berpindah-pindah rumah.

 

B.  Mendirikan Pondasi

 

Inilah awal dimulainya mendirikan bangunan rumah, dan pondasi pertama yang dipasang dalam tradisi masyarakat jawa selalu diawali dengan selamatan. Biasanya selamatan ini secara sederhana yang dihadiri oleh tuan rumah dan beberapa tetangga serta tukang yang akan mengerjakan pembangunan rumah tersebut. Biasanya selamatan yang dilaksanakan awal buka dan pasang pondasi ini adalah selamatan jenang sengkolo.

Jenang Sengkolo atau jenang merah putih ini mempunyai arti keselamatan, dan dijauhkan dari “sengkolo” bahaya. Bisa dimaknai bila selamatan dalam membuka dan memasang pondasi dengan selamatan jenang sengkolo ini adalah harapan dimudahkan dan dijauhkan dari bahaya selama proses pembangunan rumah.

 

C.  Menaikan Blandar (kuda-kuda)

Setelah bangunan rumah berjalan dan hampir selesai, tahab paling penting adalah menaikan Blandar (kuda-kuda) penopang usuk genting. Tahap ini biasa dilakukan saat proses pembuatan rumah  sudah setengah jadi dengan bangunan tembok yang hampir seluruhnya selesai, tinggal kuda-kuda ini. Sebelum belandar dinaikan, selamatan kembali dilaksanakan. Tradisi ini dikenal dengan selamatan munggah Blandar, berbagai ubo rampe pun disiapkan, yaitu kelapa, seikat padi, pisang satu tundung, bendera merah putih, dan gandok berisikan beras.

 

Setelah didoakan oleh tetua atau sesepuh yang dimandati untuk mendoakan, maka segala macam ubo rampe ini turut dinaikan ke atas bersamaan dengan belandar dengan cara diikat diBelandar. Terletak di tengah belandar dimana tiap sambungan kayu belandar menyatu, disitu ubo rampe tadi diikatkan. Biasanya, hingga rumah sudah jadi seluruhnya uborampe yang masih tertinggal adalah gandok dan padi yang seikat. Adapun makna tiap ubo rampe yang disertakan dalam selamatan munggah blandar itu adalah sebagai berikut.

 

a.   Padi yang diikat

Menggambarkan suatu sumber kekuatan dan kehidupan, maka padi dalam upacara ini dimaknai sebagai doa atau harapan nantinya penghuni rumah selalu diberi kekuatan dan kehidupan yang damai, sejahtera.

 

b.   Gendok dan berisi beras

Gendok yang merupakan wadah beras, dimaknai bahwa rumah yang dibuat ini akan selalu dapat mensejahterakan penghuninya, atau tidak sampai kekurangan pangan dan selalu dalam kemakmuran.

 

c.   Pisang

Pisang yang dalam bahasa jawanya yaitu Gedang mempunyai makna Padang (bahasa Indonesia-Terang), maka pisang dalam upacara munggah blandar ini dimaknai satu pengharapan nantinya membawa suasana terang bagi penghuninya (tidak singup).

 

d.   Kelapa

Biasanya kelapa yang digunakan adalah kelapa Cengkir kuning, yang mempunyai makna kuning sebagai keceriaan. Oleh sebab itu, kelapa disini mempunyai perlambang bahwa nantinya ketika rumah telah digunakan, penghuninya dalam keadaan ceria atau bahagia selalu.

 

e.   Tebu

Tebu sendiri adalah tanaman yang menggandung air yang manis, maka gambaran dari tebu dalam upacara ini tak lain adalah nantinya diharapkan rumah baru ini membawa kebahagiaan dan kemanisan penghuninya, yang juga bisa dimaknai permohonan kebahagian dalam menempati rumah baru ini.

 

f.     Kain warna merah dan putih.

Biasaya kain ini dikibarkan ataupun terkadang ada yang diikatkan langsung pada kayu blandar. Makna dari kain dua warna ini adalah sebagai penolak balak, dan ada yang mengartikan sebagai penyeimbang antara baik dan buruk. Dan harapanya nantinya rumah baru ini selalu bisa memberikan kedamaian bagi penghuninya.


D.  Upacara Masuk Rumah

 Setelah pembangunan rumah finis dan selesai, maka biasanya masyarakat akan melakukan tradisi masuk rumah. Tradisi ini masih terlihat,namun, ada kalanya dipersingkat, dalam arti ada beberapa ritual yang ditiadakan. Salah satunya adalah ritual sapu halaman, yaitu pertama akan memasuki rumah baru, calon penghuni bersama keluarganya membawa sapu lidi akan menyapu halaman rumah. Adapun makna dari sapu lidi ini adalah membuang atau menyingkirkan sebagala bala aatu keburukan disekitar rumah. Prosesi masuk rumah memang ada beberapa alat atau pelengkap, antara lain bantal, Guling, tikar (kloso), siwur dan Pendaringan (wadah beras).

 

Namun, sebelum prosesi memasuki rumah ini, biasanya calon penghuni rumah akan memilih hari baik, dan ini biasanya ditanyakan pada sepuh atau modin yang mengerti hitungan hari baik. Setelah hari baik ketemu, tidak lupa waktu juga ditentukan, semisal senin siang sebelum lohor (tengah hari) harus masuk rumah. Dan juga ada ketentuan masuk rumah dari arah mata angin tertentu yang mana sudah ditentukan saat ditetapkan hari baik tersebut.

 

Dari semua prosesi dan alat yang dibawa ketika masuk rumah tersebut semata sebagai harapan kebaikan dan kelancaran tidak ada halangan nantinya ketika telah digunakan rumah baru tersebut. Bantal dan tikar dimaknai bila nantinya sang penghuni akan kerasan dan nyaman kala menempati rumah. Siwur yang mana alat mengambil air dan Pendaringan (tempat Beras) penggambaran nantinya diharapkan keluarga tidak kekurangan penghidupan.

Sabtu, 27 November 2021

Pagelaran Wayang Kulit Lintas Generasi dan Lintas Wilayah ing Kampung Adat

11/27/2021 12:48:00 AM 1
Pagelaran Wayang Kulit Lintas Generasi dan Lintas Wilayah ing Kampung Adat

Kami dari paguyupan kawula alit, rakyat jelata, dan manusia pinggiran, masih memiliki hak yg sama untuk memeperingati hari jadi tanah kelahiran kami, dimana kami hidup dan dibesarkan.

Tanah ini milik leluhur kami,

Maka sudah pantas jika kami merayakan dengan mengenalkan kembali pitutur beliau (para leluhur) dengan seni tradisi “Wayang Kulit” (tontonan kang dadi tuntunan)

Dari Kami, Oleh Kami, Untuk Kabupaten Malang

Sak Derma Netepi Dharmaning Gesang

Disini kita lahir..

Disini kita besar..

Disini kita dan handai taulan mengais hidup..

Jadi pantas jika kita mengucap syukur atas hari jadi tanah tercinta ini.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Peringatan Hari Jadi Kabupaten Malang yang ke 1261 dan Peringatan Hari Dongeng Nasional mempersembahkan Wayang Kulit Lintas Generasi Lintas Wilayah  dalam lakon 

" Kawula  Labuh Praja" 
--------------------------------------

Ki Zulfikar (dalang cilik pakis)

Ki Muhammad Anwarudin (dalang muda jabung)

Ki Supriono S.Sn (Tumpang)
--------------------------------------

Tanggal: 28 November 2021

Hari : Minggu Pon Malam Senin Wage

Jam: 19.00 WIB

Lokasi: Latar Srawung Kampung Treteg Busu

Untuk Lebih Lengkapnya Silahkan Menghubungi Nomer di Bawah ini :


---------------------------------

082131031007 (Abiet)

---------------------------------

Pagelaran Wayang Kulit Lintas Generasi dan Lintas Wilayah ing Kampung Adat Malang

Senin, 19 Oktober 2020

Pengabdian Masyarakan Untuk Preman Mengajar Oleh Universitas Negeri Malang

10/19/2020 07:11:00 PM 0
Pengabdian Masyarakan Untuk Preman Mengajar Oleh Universitas Negeri Malang

Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemandirian suatu bangsa. Hal ini dikarenakan pendidikan akan berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak dan didukung oleh sumber daya alam yang melimpah, nyatanya tidak diikuti oleh tingginya tingkat kesejahteraan rakyatnya. 



Tim dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Malang (UM) melaksanakan pengabdian masyarakat dengan judul Edukasi dan Pendampingan Materi Pelajaran Dasar Berbasis STEM (Science Technology Engineering Mathematics) untuk Komunitas Preman Mengajar sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi dan Sumber Daya Pendidik di Lembaga Pendidikan Informal.


Kegiatan ini bertempat di Dusun Busu, desa Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Berlangsung 2 kali pertemuan yaitu pada tanggal 10 dan 17 Oktober 2020. Dusun Busu sendiri berjarak sekitar 22,6 Km dari Universitas Negeri Malang.


Pada tanggal 10 Oktober kegiatan di mulai dengan memberikan pelatihan kewirausahaan dengan membuat mie yang sehat oleh Bapak Agung Witjoro S,Pd M.Kes, Kemudian dilanjutkan dengan motivasi  Peserta oleh kakak mahasiswa. Jumlah peserta yang hadir 30 orang, sebagian besar dari Pengajar Pendamping dari Gubuk Baca Lereng Busu dan juga Preman Mengajar.

Kegiatan Pada tanggal 17 Oktober 2020 di buka dengan penampilan tari dari Gubuk Baca Lereng Busu. Kemudian di lanjutkan pendalaman materi STEM (Science Technology Engineering Mathematics) oleh Ibu Kennis Rozana S.Pd, M.Si selaku Ketua Pengabdian dari Universitas Negeri Malang.



"Rendahnya kesejahteraan rakyat Indonesia disebabkan oleh tidak meratanya akses pendidikan pada beberapa daerah di Indonesia. Berawal dari kondisi pendidikan di Indonesia tersebut, lahirlah komunitas sosial PREMAN MENGAJAR yang peduli dengan hak- hak pendidikan anak- anak di pelosok daerah. Niat mulia PREMAN MENGAJAR untuk membantu anak- anak di pelosok daerah yang tidak mendapat akses pendidikan nyatanya tidak diikuti oleh kemampuan dan keterampilan PREMAN MENGAJAR yang memadai." 



Melalui sistem pendampingan sistematis yang mengkombinasikan keterlibatan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) yang terdiri dari pelatihan teknik dasar mengajar, pendampingan pemahaman materi dasar, teknik evaluasi, teknik belajar menyenangkan dan kontekstual, hingga pendampingan pengembangan minat bakat peserta didik diharapkan peran komunitas PREMAN MENGAJAR yang bergerak di bidang pendidikan dapat tercapai dengan optimal. 


Pada akhirnya, peningkatan pemahaman materi dan keterampilan mengajar dari anggota komunitas PREMAN MENGAJAR ini akan berdampak pada peningkatan akses pendidikan di pelosok daerah yang belum terjangkau.


Tujuan besar dari edukasi dan pendampingan materi pelajaran dasar bagi anggota komunitas PREMAN MENGAJAR ini adalah memberikan edukasi dan pengetahuan bagi anggota komunitas PREMAN MENGAJAR itu sendiri agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya, juga untuk membantu anak-anak di daerah pelosok agar tetap dapat menikmati pendidikan yang tepat dari para pendidik yang berkualitas.


Selain itu tujuan lainnya yang ingin dicapai dari pengabdian masyarakat ini adalah pemahaman teknik mendidik dan mengajar sekaligus pemahaman materi bagi anggota PREMAN MENGAJAR agar dapat menjalankan perannya dengan optimal dan menyampaikan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.


Publikasi Media Cetak : Klik Di sini

Senin, 14 September 2020

Gembira mengenakan Baju "sampah" di Kirap Alit dusun Busu

9/14/2020 11:16:00 AM 0
Gembira mengenakan Baju "sampah" di Kirap Alit dusun Busu





Kampung AdatHari itu, Minggu pagi suasana di dusun Busu, desa Slamparejo, Kec. Jabung, Kab Malang ini sedikit berbeda. Kondisi pandemic yang mengharuskan masyarakat dan dunia pendidikan “mandek” dan beralih ke media pembelajaran daring, akan tetapi pagi itu, banyak anak-anak dengan riang berlari dan bergurau dengan memakai pakaian seragam sekolah. Seperti bukan hari libur di minggu, anak-anak itu terlihat sangat antusias dan penuh kegembiraan memakai seragam merah putih dan menenteng bendera dengan tongkat kayu, (13/9/2020).

 

Puluhan murid sekolah itu bukannya akan melakukan aktivitas belajar disekolah, tapi mereka berkumpul di Kampung Tretek untuk meramaikan suatu hajat dari muda-mudi penggerak literasi di dusun Busu ini. Sebuah acara Seminar Kampung akan dilaksanakan di Balai Dusun Busu yang lokasinya berada di timur dari masjid Busu. Dengan tegap dengan sembari bergurau puluhan anak-anak berbaju seragam sekolah dasar ini berlatih berbaris dengan masing-masing anak memegang bendera. Dari kejauhan terlihat sangat unik dan mengundang banyak pasang mata warga kampung tretek untuk mendekat melihat apa yang dilakukan adik-adik itu.

 

Matahari semakin beranjak dewasa (tinggi), pukul 8.00 wib sinar cahaya kekuningan mentari itu menambah kegembiraan adik-adik yang masih penuh semangat dengan bendera-bendera itu. Tidak berapa lama, mulai berdatangan adik-adik lainnya, kebanyakan anak-anak perempuan. Kedatangan adik-adik perempuan ini tak kalah menariknya dari anak sekolah dengan bendera merah putih yang sejak awal sudah wira wiri di jalan kampung Tretek. Sorotan-sorotan kagum kepada adik-adik perempuan ini, hal ini lantaran apa yang dikenakan oleh sepuluh (10) adik-adik dari Gubuk Lereng Busu ini, mereka semua mengenakan pakaian warna-warni yang unik, iya pakaian kreasi daur ulang dari sampah plastic.

 

Pemandangan itulah yang menjadikan suasana pagi hari di jalan yang bersih dan berpaving itu meriah, gelak tawa renyah dari masyarakat, candaan adik-adik menambah kebahagiaan suasana yang damai di dusun Busu pagi hari itu. Singkatnya, adik-adik berseragam dan yang berpakaian daur ulang sampah itu nantinya akan melakukan “kirap Alit” yang akan dipandu oleh dua penari Topeng Jabung. Wuaah, sungguh akan menjadikan hari minggu yang sangat berbeda di awal September ini.

 

Cobalah kakak-kakak bayangkan, bagaimana gairah bahagia yang akan di dapatkan adik-adik yang bisa meramaikan dan menyumbangkan sedikit tenaganya untuk dusun tercintanya, hanya bermodal gembira dan tentunya bangun pagi lah.



 

Dan seperti yang telah tertulis di panflet pengumunan yang sudah tersebar di media social Facebook, grup-grup washap, dari mulut ke mulut bahwa pukul 8.30 wib acara Seminar Kampung di mulai. Benar juga, para pendamping adik-adik tadi mulai mengaba-aba mereka berkumpul di ujung jalan di bawah pohon Klengkeng, para pendamping ini semua berseragam dengan tulisan besar di pakainnya “Paguyupan Arek Busu”, wuah benar-benar pencerminan bahwa muda mudi dusun Busu selalu kompak. Bukan hanya mereka yang berserakam PAB, pendamping ini juga ada yang dari mahasiswa Universitas Muhamadiyah Malang loh, setahu kakak, mereka memang telah berapa minggu atau sebulan terakhir ini melakukan KKN (kuliah kerja nyata) di dusun ini, KKN memang istilah jadul buat mahasiswa yang turun kebawah (Turba) dan melakukan pendampingan ataupun membantu masyarakat dengan mengaplikasikan teori pengalaman mereka yang didapatkan selama makan bangku kuliah, itu pemahaman lama ya, nah kalau istilah barunya adalah PMM, kakak saja baru tahu loh PMM itu adalah Pengabdian Mahasiswa untuk Masyarakat.

 

 

Dan mereka, 6 mahasiswa yang semua cantik dengan kerudung eeh jilbab ini ternyata adalah penggagas pakaian daur ulang sampah plastic yang di kenakan adik-adik itu loh. Wuah sangat brilian ide itu menurut kakak, setelah Tanya kanan kiri, ternyata konsep pakaian daur ulang ini adalah salah satu cara mbak mahasiswa untuk berkampanye pentingnya menjaga alam dari limbah sampah, khususnya sampah plastic.

 

Wuaah sangat dalam yang dilakukan oleh mahasiswa PMM Baktimu Negri ini, pinginnya kakak menulis lebih panjang tentang apa yang dilakukan mereka di dusun Busu ini, tapi mungkin akan kakak sambung ditulisan yang lain, kakak berfikir apa yang dikampanyekan mahasiswa ini sangat brilian dan memang permasalahan sampah sudah semakin akut di dusun ini, tapi nanti ya ditulisan lain, sekarang kita bergembira dulu saja dengan giat pagi minggu itu.

 

Gak percaya, kakak bahagia banget loh, akhirnya kakak bisa langsung menyaksikan Mbak mahasiswa yg cantik tadi itu sedang merapikan dan mengenakan pakaian daur ulang kepada adik-adik dihalaman rumah Pak De Kus (Abit). Dirumah itu juga sedang duduk Ibu Umul Azizah beserta suaminya di ruang tamu bersama Pak De Abit. Oh iya, Bu Azizah ini yang nantinya akan menjadi narasumber di Seminar Kampung bersama Ibu Wilda Fizriyani yang diadakan di Balai Dusun Busu, hal ini juga lantaran tahu kakak bertanya pada Ratna temen sekolahku yang juga pagi itu menjadi panitia seminar ini.

 

Oh ya, baru tahu kalau di ruang sebelah rumah Pak De Abita ada dua orang yang sedang berganti pakaian tari, kata Ratna lagi, mereka ini adalah kakak-kakak dari Republik Gubuk Jabung. “itu yang brewok ganteng namanya kak Majid, dan satunya itu Kak Faris mereka guru tari adik-adik disini dan Pembina dari Republik Gubuk” gitu kata ratna menjelaskan ke kakak. Tapi tahu gak, waktu ngomong itu muka ratna memerah loh. Bahagia kali ya punya guru tari ganteng-genteng gitu. Oh ya, suasana makin rame di halaman rumah itu, di tambah Pak De abit memberitahu kalau sudah harus jalan ke balai dusun. Adik-adik gembira mendengar itu, mbak Mahasiswa juga terlihat cekatan merapikan da nada yang mulai mengarahkan adik-adik melangkah berkumpul ke ujung jalan.



 

Tak disangka, di Klengkeng sudah berjajar rapi adik-adik berdiri dengan bendera merah putih tadi, dan adik-adik perempuan yang mengenakan pakaian daur ulang sampah ini menyusun barisan di depannya. Penari topeng berpakaian merah tadi langsung melangkah ke depan barisan loh, ooh ternyata menjadi pembuka jalan di kirap alit yang aku baca di panflet acara yang aku dapat di grup fb. Tak berapa lama sih eeh tahunya Ibu pemateri sudah ada disitu bersama Pak De Abit. Dan kakak baru sadar bahwa kirap alit ini bagian dari seminar kampung, karena tahu Ibu pemateri ikut dalam kirap berjalan ke balaidusun. Jadi teringat buku yang pernah kakak baca, dalam buku itu bercerita bahwa dahulu seorang putri ataupun orang penting di kerajaan, kalau dalam lawatan atau bepergian selalu di kawal dengan kirap prajurit begitu.

Entah siapa yang mengkonsep acara ini, yang jelas kakak yakin bahwa kirap adik-adik ini adalah suatu penghargaan dan apresiasi kepada Ibu pemateri, ya di muliakan seperti putri kerajaan yang pernah aku baca itu.

 

Dani teman bermainku dari kampung kidul (selatan) dan cak Kin terlihat jeprat jepret mengabadikan momen adik-adik yang sudah mulai berjalan, sungguh ramai sekali pokonya minggu pagi itu. Banyak masyarakat dan tetangga yang menyaksikan dengan teriak-teriak atau memanggil adik-adik yang sedang kirap. Kakak mengikuti rombongan ini dengan melangkah hati-hati karena jalan paving saat itu seperti tidak muat, dan akhirnya kakak berjalan minggir sekali.

 

Sampai di depan warung Pak Karneli suara dentuman music terdengar keras, dan ternyata itu dari mobil miniature yang diseret. Aku kira mereka ini sedang berkegiatan sendiri dengan mobil dan sound system, istilah terkenalnya sih cek sound. Tapi yang membuat aku semakin kagum dan kaget, ternyata…tahu gak, miniature mobil sebesar setengah dari ukuran gerobak itu juga menjadi bagian pengiring music bagi rombongan kirap.

 

Duuh, aduh pokonya seneng deh lihatnya, kakak tahu kalau mobil kecil itu memang ikut kirap lantaran alunan gamelan dari soundnya ternyata langsung di tangkap oleh kakak penari topeng berpakaian merah itu. Pokonya suasana jadi makin meriah, dan kakak sempat terpaku loh melihat kedua penari itu, sangat gagah..gagah banget seperti pemain pemain film Superhero dari amerika loh. Kedua penari berjalan didepan disusul iringan adik-adik membawa bendera dan diteruskan adik dengan pakaian plastic, rombongan ini mencuri perhatian warga BUsu yang pagi itu banyak beraktifitas di luar. Jalan aspal didepan masjid jadi macet oleh keriangan adik-adik. Cahaya sinar mentari pagi itu menambah jumlah rombongan kirap, bayang bayang adik-adik tercetak jelas di aspal yang mulai panas itu.



 

Ratna, Lisa, Dina dan lainnya semua terlihat sibuk dengan makin dekatnya rombongan kirap yang mengawal ibu pemateri. Dan betul sekali, semua teman yang kesemua memakai kaos bewarna biru dongker dengan gambar peta Busu di punggung ini, banyak berkumpul di depan balai dusun, mereka menyongsong rombongan adik-adik yang sedang kirap.


Oh ya lantaran kakak tidak bermasker dan pagi itu sedang harus ke pasar, maka kakak tidak mengikuti hingga adik-adik dan rombongan kirap masuk ke balai dusun busu. Kakak kembali ke kampung treteg mengambil sepeda motor dan langsung cus ke pasar Jabung. Sampai disini ya ceritaku tentang kegembiraan di dusun Busu pada minggu kemarin, mungkin nanti kalau sempat dan ketemu Pak De abit, kakak akan banyak Tanya tentang acara Seminar Kampung dengan dua narasumber dari kota malang itu. Terima kasih busu, yang minggu kemarin membahagiakan dengan kirap adik-adik berpakaian dari sampah itu. Kakak yakin kok, pakaian dari sampah itu akan menjadi satu pelajaran, bahwa sampah bisa menjadi manfaat atau mudhorot tergantung kita menyikapinya. Mau memanfaatkan atau membuangnya ke sembarang tempat. Terima kasih..


penulis adalah warga busu, yang sekarang sedang menempuh dunia DO dan menjadi Petani Keren

Jumat, 11 September 2020

Seminar Kampung pertama di Busu "Wanita dan Karir"

9/11/2020 02:21:00 PM 0
Seminar Kampung pertama di Busu  "Wanita dan Karir"




Kampung Adat | Seminar Kampung (SK) adalah sebuah gagasan dalam pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang di gagas oleh generasi muda dusun Busu, desa Slamparejo, Kecamatan Jabung bersama para penggiat Republik Gubug. Seminar Kampung ini adalah membuat ruang diskusi dan dialog secara sederhana dengan menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya. Seminar Kampung akan di adakan rutin setiap sebulan sekali dengan pemateri yang berbeda. Dan dusun Busu akan memulainya dengan Seminar Kampung yang pertama, dengan pembahasanan persoalan wanita dan Karir.

Dalam Seminar Kampung yang pertama ini, akan dihadiri oleh wanita yang akan menjadi narasumber, mereka adalah wanita wanita yang sukses didalam karir pekerjaannya. Dua wanita cantik yang akan menjadi narasumber dalam SK pertama ini adalah Wilda Fizriyani (Jurnalis Harian Republika dan Republika Online) dan Umul Azizah (Area funding dan Transsation Manager Bank Syariah Mandiri area Malang). Dalam SK ini nantinya masyarakat akan mengetahui bagaimana seorang wanita yang dikenal dengan kelembutannya ini bisa meraih karir yang maksimal. 

Dalam kehidupan di masyarakat, Wanita terkadang masih dianggap sebagai mahluk yang lemah, atau bisa dibilang mahluk yang hanya bisa berkarya di rumah saja, atau banyak anggapan wanita hanya mengekor pada laki-laki dan dipandang sebagai mahluk nomer dua ini apakah layak dan berhak dalam meraih cita-cita setingginya, dan untuk mengetahui bagaimana Wanita dalam menyikapinya diera saat ini, mari datang dan saling tukar pemikiran dalam acara SK di balai dusun Busu, Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.. MOnggo..