Legenda Gading Kembar Asal-Usul Desa Gading Kembar Kecamatan Jabung

Di sebuah sudut timur Kecamatan Jabung, tersembunyi sebuah desa yang memiliki kisah unik dan hampir tak dipercaya oleh logika. Namun, inilah cerita yang terus hidup dari generasi ke generasi—kisah tentang Gading Gajah Kembar, yang menjadi nama sekaligus identitas Desa Gadingkembar.

Konon, pada zaman dahulu kala, hutan-hutan lebat membentang luas di wilayah ini. Belum ada permukiman, hanya sunyi dan suara alam. Sampai datanglah dua orang perantau dari tanah jauh—yang satu berasal dari Mataram, dan satu lagi dari Pekalongan. Tanpa saling mengenal, keduanya melakukan babat alas, membuka lahan untuk dijadikan tempat tinggal.

Di tengah perjuangan mereka menaklukkan rimba, sesuatu yang luar biasa terjadi. Masing-masing dari mereka menemukan gading gajah, di tempat yang berbeda. Sebuah penemuan langka yang tak bisa dijelaskan secara biasa. Dan yang lebih mengejutkan—saat kedua gading itu dipertemukan, keduanya identik, persis seperti kembar. Tidak ada beda sedikit pun.

Masyarakat percaya, ini bukan sekadar kebetulan. Ini adalah pertanda alam, simbol persatuan dari dua kekuatan yang berbeda. Dari sinilah, desa yang mereka bangun bersama diberi nama:

GADINGKEMBAR — Gading yang Kembar.


Menyatukan Wilayah, Merajut Desa

Sebelum nama Gadingkembar dikenal seperti sekarang, wilayah ini adalah kumpulan pemerintahan kecil yang terpisah:

Di wilayah Gasek Kulon, dipimpin oleh Pak Karja,
Di Gading, oleh Pak Dasud,
Dan di Dempok, oleh Pak Garmo.

Pada masa itu, jabatan kepala desa sering diwariskan secara turun-temurun. Setelah wafatnya Pak Karja, kepemimpinan beralih ke anaknya Pak Tijah, lalu dilanjutkan oleh saudaranya Pak Amir, kemudian Pak Jiman.

Di bawah kepemimpinan Pak Jiman, perubahan besar terjadi. Beliau menyatukan wilayah-wilayah tersebut menjadi satu kesatuan desa, dan resmilah berdiri Desa Gadingkembar. Desa ini kemudian terbagi menjadi empat dusun:

Dusun Gasek Kulon
Dusun Gasek Wetan
Dusun Gading
Dusun Dempok

Pak Jiman dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijak dan pemersatu. Setelah beliau wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh:

Pak Sukanah (5 tahun),
Pak Asrop (1 tahun),
Pak Dahun (selama 27 tahun, masa terpanjang dalam sejarah desa),
Hingga akhirnya, pada masa penjajahan, desa dipimpin oleh Pak Damun, anak dari Pak Jiman.

Warisan yang Hidup

Kini, Desa Gadingkembar bukan lagi hutan sunyi. Ia telah tumbuh menjadi desa yang hidup, penuh warna dan aktivitas. Tapi kisah tentang dua gading gajah kembar, tentang para pemimpin bijak yang menyatukan wilayah, tetap hidup dalam hati warganya.

Karena dari cerita itulah, Gadingkembar bukan hanya nama. Ia adalah simbol persatuan, kerja keras, dan warisan luhur yang patut dijaga selamanya.


Sumber : desagadingkembar.wordpress.com 

0 Comments:

Posting Komentar